Rabu, 16 November 2011

Najis dan Kebersihan Lahir Bathin


BAB I
PENDAHULUAN
I.            LATAR BELAKANG

Salah satu inti ajaran yang tidak bisa terpisahkan dari agama Islam adalah thaharah. Islam menghendaki umatnya menjadi umat yang bersih dan suci, baik lahir maupun batin. Segala bentuk kotoran yang dapat merusak kesucian lahir dan batin manusia pasti dilarang oleh Islam. Islam bahkan menjadikan kesucian setengah dari iman. Tentunya yang dimaksud kesucian di sini adalah kesucian lahir dan batin atau kesucian jasmani dan rohani. 
Masalah najis erat kaitannya dengan masalah ibadah, karena setiap ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim haruslah bersih dari segala najis. Dan kebersihan seorang muslim menjadi ketentuan penting dalam hal kesempurnaan pelaksanaan ibadah, baik yang fardhu’ maupun sunnah. Akan tetapi, tidak sedikit dari kaum muslim yang belum bisa membedakan antara kotoran yang terhukumi sebagai najis dengan kotoran yang tidak terhukumi sebagai najis. Dan najis yang berupa kotoran dalam bentuk zhahir (nyata) dengan najis yang tidak berbentuk zhahir (nyata) seperti kotoran. 
Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi menyebutkan dalam kitabnya al-Wajiz (hal. 57), najaasaat adalah bentuk jama’ atau plural dari kata najaasah, yaitu segala sesuatu yang dianggap kotor oleh orang-orang yang bertabiat baik lagi selamat dan mereka menjaga diri darinya, mencuci pakaian yang terkena benda-benda najis tersebut. 
Syaikh Sa’id Al-Qaththani menyebutkan definisi najis sebagai kotoran yang harus dibersihkan dan dicuci pada bagian yang terkena olehnya. (Ensiklopedi Shalat Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, I/13). 
Menurut istilah syar’i, benda najis adalah benda yang haram disentuh secara mutlak, kecuali jika dalam keadaan terpaksa, bukan karena benda tersebut haram atau kotor dan bukan pula karena benda tersebut berbahaya untuk badan dan akal. 
(Ensiklopedi Tarjih Masalah Thaharah dan Shalat, hal. 26)
Tidak semua yang haram itu najis. Contohnya, emas haram dipakai oleh kaum lelaki, tapi emas itu tidak najis. Dan juga tidak semua yang kotor itu najis, misalnya ingus dan ludah itu kotor, tapi tidak najis. 
Pada asalnya, segala sesuatu adalah mubah dan suci, oleh karena itu untuk menghukumi najis atau tidaknya sesuatu, maka haruslah membawa dalil yang kuat. Maka, tidak boleh mengatakan najis untuk sesuatu kecuali dengan mengemukakan hujjah. Dan inilah pendapat yang kuat.   
(Al-Wajiiz, hal. 57 dan Ensiklopedi Tarjih, hal. 32)


II.         TUJUAN
Untuk mengetahui pengertian najis dan pembagiannya serta contohnya dalam kehidupan sehari-hari.
III.        RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian najis.
2.      Haid dalam pandangan islam.
3.      Mandi junub dalam islam.







BAB II
PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN NAJIS
Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan atau mencuci bagian yang terkena oleh najis itu.
Allah Swt berfirman: “Dan bersihkanlah pakaianmu” (QS. Al-Muddatsir : 4)
Di ayat lainnya Allah Swt menyatakan:
“Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. Al-Baqarah : 222). 
Rasulullah Shollallohu’alaihi Wa Sallam pernah bersabda :
“Kesucian itu sebagian dari iman” (HR. Muslim).
Pembagian Najis
Najis terbagi menjadi tiga yaitu:
·         Najis Mukhoffafah (Najis Ringan)
Najis mukhoffafah atau najis ringan ialah kencing bayi yang umurnya belum dua tahun dan belum makan sesuatu selain dari susu ibunya (susu yang dicampur gula atau tepung itu hukumnya seperti selain susu).
·         Najis Mugholladzoh (Najis Berat)
Najis mugholladhoh atau najis berat ialah anjing dan babi dan keturunan dari keduanya atau salah satu dari keduanya.
·         Najis Mutawassitah (Najis Sedang)
Najis mutawasitah adalah najis selain dari najis mukhoffafah dan najis mugholladzoh.
Najis Mutawassithah dibagi menjadi dua:
ü  Najis ‘Ainiyah (Tampak)
Yaitu najis yang berwujud/terlihat.
ü  Najis Hukmiyah (Tidak tampak)
Yaitu najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
(Anonim. 30 Oktober 2011)
Beberapa Macam Najis Berdasarkan Klasifikasinya:
·         Anjing
Anjing adalah hewan yang dianggap najis menurut pandangan  Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal. Sesuatu atau benda yang terjilat olehnya harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya adalah dengan menggunakan (dicampur) tanah.
Berdasarkan sebuah hadist: “Apabila ada anjing menjilati bejana (tempat makan minum) salah seorang diantara kalian, maka hendaknya membuang isinya dan mencuci bejana itu sebanyak tujuh kali yang pertama dengan (campuran) tanah. “(HR. Muslim).

·         Babi
Semua tubuh Babi najis meskipun disembelih menurut syariat Islam. Allah Swt berfirman:  “Diharamkan bagi kalian (makanan) bangkai, darah dan daging babi” (Al-Maidah : 3).

·         Kotoran Manusia dan Kencing Manusia
Adapun najisnya kotoran manusia, berdasarkan sabda Rasulullah Saw :
“Jika salah seorang di antara kalian menginjak najis dengan sandalnya, maka tanah adalah pensucinya.” ( HR. Abu Daud. Hadist Sahih).
Sedangkan keterangan yang menunjukan air kencing manusia itu najis dari riwayat Anas ra, bahwa seorang Arab badui kencing di masjid, lalu para sahabat berdiri (marah) kepadanya, kemudian Rasulullah saw bersabda : “Biarkan ia, jangan kalian menghentikannya!” (Anas ra berkata, “Setelah selesai beliau memerintahkan mengambil an satu ember air, lalu disiramkan di atasnya. “(HR. Bukhari Muslim).
(Rasyid, K.H. Sulaiman. 1959)
·         Bangkai
Bangkai adalah hewan yang matitanpa disembelih secara syari’at. Bangkai tersebut najis berdasarkan ijma. Nabi saw bersabda : “Jika kulit bangkai telah dimasak, maka ia menjadi suci.”

·         Darah dan Nanah
Semua jenis darah termasuk nanah adalah najis. Dikecualikan:
ü  Sisa darah dalam daging, urat-urat dan tulang hewan yang telah disembelih, atau darah ikan. Atapun darah yang tampak ketika memasak daging, maka hal itu tidak mengapa (ma’fu anhu).Aisyah ra berkata: “Kami pernah makan daging, sedang padanya masih terdapat darah yang menempel pada kuali.” Darah atau nanah sedikit yang berasal dari bisul atau luka sendiri (bukan luka orang lain).
ü  Dalilnya seperti dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:“Bahwa orang-orang muslim pada permulaan datangnya Islam, mereka mengerjakan shalat dalam keadaan luka. Seperti Umar bin Khaththab yang mengerjakan shalat, sedang darah lukanya mengalir.”Darah nyamuk, kutu kepala atau binatang kecil lainnya yang darahnya tidak mengalir.

·         Benda Cair Yang Memabukkan
Ketika membicarakan permasalahan ini banyak ulama yang merujuk kepada hukum khamar (arak). Jumhur Madzhab empat (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali sepakat terhadap kenajisan khamar. Pendapat yang demikian ini dibenarkan penisbatanya kepada mereka oleh Imam Ibnu Taimiyah. Karena khamar itu nasji ainnya (dzatnya), maka mereka berpendapat haram menjadikanya sebagai komoditas jual beli. Karena adanya hadits yang menyebutkan : “Sesungguhnya Allah yang mengaharmkan meminumnya, juga mengharamkannya menjualnya”.

·         Muntah
Muntah manusian najis baik orang dewasa atau anak ila hanya sedikit maka hal itu dimaafkan (tidak najis).
Dalam Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq maupun dalam Al-Majmu karya Imam Nawawi, atau kitab fikih lainnya menyebutkan bahwa muntah itu najis dan menjadi kesepakatan para ulama (Ittifaq Ulama). Namun tidak disebutkan dalil yang menunjukan dalil najisnya muntah. Sehingga sebagisn ahli fikih kontemporer semisal Syeikh Albany, Syaikh Kamil Uwaidah bahwa muntah itu suci karena tidak ada dalil yang menunjukan najis.
·         Wadi
Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.
Hukum wadi juga najis. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Mengenai mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.

·         Madzi
Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika membayangkan jima’ (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima’. Madzi tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi.
Hukum madzi adalah najis sebagaimana terdapat perintah untuk membersihkan kemaluan ketika madzi tersebut keluar.
Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,“Aku termasuk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.

B.  BEDA ANTARA NAJIS DENGAN HADAS
Hadas ialah keadaan tidak suci yang mengenai pribadi seseorang muslim, menyebabakan terhalangnya orang itu melakukan shalat atau tawaf. Artinya Shalat dan tawaf yang dilaksanakan tidak sah karena dirinya dalam keadaan tidak berhads. Menurut ahli fiqhi sebab seorang dihukumkan dirinya dalam keadaan berhadas, ada dua kelompok:

1.      Hadas kecil.
Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubul yang berupa :
·         Air kencing
·         Tinja
·         Kentut

2.      Hadas Besar
·         Mengeluarkan mani.
·         Hubungan kelamin.
·         Terhentinya haid dan nifas.
Cara mensucikanya
a. Hadas kecil atau hadas ringan untuk mensucikanya diwajibkan berwudhu.
b. Hadas besar , untuk mensucikanya diwajibkan mandi sesuai dengan syara dan bila dalam keadaan darurat dapat bertayamum.
Yang dimaksud dengan najis menurut bahasa apa saja yang dipandang kotor dan menjijikkan. Sedangkan menurut syara, makna najis ialah suatu kotoran yang dapat menghalangi sahnya shalat atau tawaf.
Najis yang dimaafkan ( Najis Ma’fu), yaitu :
Najis yang sukar dikenal maka dapat dimaafkan walaupun ia tidak di cuci, contohnya; kaki dan ujung celana atau sarung yang terkena basa serta tidak dapat diamati najis atau bukan.
Perbedaan antara najis dan hadas :
·         Hadas adalah sesuatu yang dapat membatalkan wudhu dan shalat.
·         Najis adalah sesuatu yang dapat membatalkan shalat, tidak membatalkan wudhu.


  AIR UNTUK BERSUCI
Secara umum dan dalil diketahui bahwa air yang boleh digunakan untuk bersuci ada tujuh yaitu :
1.      Air hujan
2.      Air laut
3.      Air sungai
4.      Air Sumur
5.      Air mata air
6.      Air Salju
7.      Air embun
Adapun dalil-dalil yang menjelaskan ketujuh point diatas adalah sebagai berikut:
·       Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu (Al ayat, Al-Anfal(8): 11).
·         Hadist Riwayat Abu-Hurairah ra, dia berkata bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW, ” Ya Rasulullah, kami pernah berlayar di lautan dan membawa sedikit air. Jika berwudhu dengannya, kami akan kehausan. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut ?” Rasulullah bersabda: Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”  (HR. Imam hadist yang lima) derajat hadistnya hasan sahih loh..hehe
Adapun macam macam air berdasarkan kedudukannya maka air itu terbagi atas 4, yaitu:
1.      Air suci dan menyucikan serta tidak makruh untuk bersuci, disebut Air Muthlaq.
2.      Air suci dan menyucikan akan tetapi makruh untuk bersuci, disebut Air Musyammas.
3.      Air suci namun tidak menyucikan, disebut Air Musta’mal.
4.      Air Najis, yaitu air yang bercampur dengan benda najis dan jumlahnya tidak sampai 2 qullah atau sepadan dengan 190 liter.



Adapun dalil yang menjelaskan yaitu :
1.     Dasar kesucian Air Muthlaq adalah dari Abu Hurairah ra, dia berkata bahwa seorang arab badui kencing di masjid. kemudian orang orang menghapirinya untuk menghardiknya (memperingatkannya dengan perkataan dan perbuatan). Maka Rasulullah bersabda ” biarkanlah dia dan siramkanlah seember air di tempat kencingnya itu. sesungguhnya kalian diutus untuk menjadi orang orang yang memudahkan, bukan menjadi orang orang yang menyusahkan
Sedikit intermezo… saya sangat terkesan dengan perkataan Rasulullah ”Sesungguhnya kalian diutus untuk menjadi orang orang yang memudahkan” alangkah indahnya dunia ini jika setiap insan di dunia ini memiliki prinsip hidup seperti ini.
2.  Air Musyammas adalah air yang dipanaskan dalam bejana logam dengan memakai panas matahari. sebab kemakruhannya adalah karena bisa menyebabkan penyakit kusta.
3. Air Musta’mal adalah air yang telah dipakai (bekas) untuk menghilangkan hadats. dalil kesuciannya adalah hadist dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda; ” Janganlah salah seorang diantara kalian mandi di air yang tergenang (tidak mengalir) ketika dalam keadaan junub. Para sahabat bertanya, ” Wahai Abu Hurairah, apa yang harus dilakukan?” Dia menjawab, ” Orang tersebut harus mengambil air seciduk demi seciduk.”
Hadist ini menunjukkan bahwa mandi di air tersebut akan menghilangkan kesuciannya. Termasuk air suci namun tidak menyucikan adalah air yang berubah karena bercampur dengan benda-benda suci lainnya, seperti : garam, misk, air kelapa, karena tidak bisa dinamakan air lain.
4.      Mengenai air yang jumlahnya tidak sampai 2 qullah dalilnya seperti, dari Abdullah bin Umar, dia berkata; Saya mendengar rasulullah bersabda ketika beliau ditanya tentang air yang berada di padang pasir yang diminum oleh hewan hewan. Beliau menjawab. ” Jika airnya mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis

     


C.  KONSEP BERSIH DAN KOTOR
Bersih secara konkrit (hissiyah -jasmaniah) adalah kebersihan dari kotoran atau sesuatu yang dinilai kotor. Kotoran yang melekat pada badan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya yang mengakibatkan seseorang tak nyaman dengan kotoran tersebut.
           Bersih secara abstrak (maknawiah) adalah sesuatu yang tidak dikotori dengan sesuatu yang membuat kotor, baik yang membuat kotor itu suci atau tidak suci karena dibersihkan dengan air atau tanah ketika air itu tidak ada.
Dengan demikian, maka bersih dalam Islam dilihat dari aspek hissiyah dan jasmaniah adalah tidak bisa dipisahkan dengan kesucian rohaniyah. Dalam Islam kebersihan adalah kesucian itu sendiri dan kesucian adalah kebersihan, walaupun istilah ini tidak sama sekali merupakan garis lurus. Mungkin secara jasmaniyah bersih, tetapi belum tentu suci sekaligus karena dia orang yang tak pernah berwudhu atau sedang dalam keadaan hadast.  Namun, seringkali kebersihan dan kesucian tak berimbang. Ada yang asal bersih di rumah, tapi tak bertanggung jawab atas kebersihan jalan, sungai, halaman orang, dan lain-lain.
Menurut syari’at islam, bersih dan suci memiliki makna yang berbeda, karena suci belum tentu bersih. Begitupun sebaliknya, bersih belum tentu suci. Tentunya di manapun kita berada, jika kondisi lingkungan sekitar bersih dan suci, maka akan membuat rasa nyaman untuk melakukan segala aktivitas.
Suci adalah sebuah keadaan dimana barang atau tempat tidak terkena najis karena telah disucikan menurut syariat islam. Bersih, suci menurut medis dan syariat islam, agama islam telah mengajarkan dan memerintahkan umatnya agar senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian. Seperti firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 222, yang artinya :”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci (QS. Al-Baqarah:222).
Menurut syariat islam pengertian bersih tidak sama dengan pengertian suci. Sesuatu yang bersih adalah sesuatu yang tidak dikotori oleh sesuatu yang kotor. Baik yang mengotori itu adalah sesuatu yang suci maupun najis. Sedangkan suci adalah sesuatu yang tidak terkena najis atau yang telah disucikan dengan cara yang telah ditentukan oleh syariat islam, sekalipun di situ terdapat kotoran yang suci.
Dengan pengertian tersebut di atas, maka sesuatu yang bersih belum pasti suci. Begitu pula sesuatu yang suci belum tentu bersih. Misalnya lantai yang terkena najis dibersihkan dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan syara’, sekalipun kelihatannya bersih, bahkan sampai mengkilap namun masih tetap dihukumi belum suci (mutanajis).
Kotor adalah sesuatu  yang harus dihindari dikarenakan bias mempengaruhi atas kesucian / keabsyahan sebuah nilai dalam ukuran syariah, dengan syarat yang sudah ditetapkan / gariskan didalam hukum (ISLAM).

D.  HAID DALAM PANDANGAN ISLAM
Secara asal kata, haid artinya mengalir. Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnahnya menjelaskan bahwa yang dinamakan haid adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan sewaktu ia sehat bukan disebabkan karena melahirkan atau luka. Ayat Al-Qur’an yang membahas secara langsung persoalan haid ialah surah Al-Baqarah ayat 222 : “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaknya kamu menjauhkan diri (maksudnya jangan menyetubuhi pada waktu haid) dari perempuan haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu ditempat yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
(Esfand, Muthia. 2011)

Ada beberapa kategori warna darah haid, dan bila warnanya selain warna tersebut dibawah ini maka bisa jadi itu adalah darah penyakit atau istihadhah.

© Hitam 
Dalam sebuah hadist, Rasullullah SAW menjelaskan kepada Fatimah binti Abi Hubaisyi, yang saat itu sedang haid, “jika darah haid maka warnanya adalah hitam. Bila demikian maka hentikan lah sholat. Jika tidak maka berwudhulah dan sholatlah karena itu hanyalah darah penyakit.”

(H.R.Abu Daud, Nasa’I, Ibnu Hiban, dan Daruquthni).


© Merah
Warna ini adalah warna asli dari darah.

© Kuning
Warnanya seperti nanah.

© Keruh
Warna pertengahan antara warna putih dan warna air yang kotor ( keruh ). Jika darah haid masih berwarna seperti ini jangan buru-buru bersuci sampai benar-benar bersih. Seperti yang dijelaskan oleh Aisyah RA.

Adapun perbuatan yang haram dilakukan oleh wanita yang sedang haid, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan As-sunnah antara lain adalah:


1. Shalat
Seorang wanita yang sedang mendapatkan haid diharamkan untuk melakukan salat. Begitu juga
mengqada` salat. Sebab seorang wanita yang sedang mendapat haid telah gugur kewajibannya
untuk melakukan salat.
Dalilnya adalah hadis berikut ini:

عَنْ عَائِشَةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا: أنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ دَمَ الحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ، فَإِذا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنِ الصَّلاةِ، فَإِذا كَانَ الآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي، رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ، وَصَحَّحَهُ ابنُ حِبَّانَ وَالحَاكِمُ، وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِمٍ

Dari Aisyah ra berkata, Fatimah binti Abi Hubaisy mendapat darah istihadha, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, Darah haidh itu berwarna hitam dan dikenali. Bila yang yang keluar seperti itu, janganlah shalat. Bila sudah selesai, maka berwudhu’lah dan lakukan shalat.

Dari Aisyah ra. berkata, Di zaman Rasulullah SAW dahulu kami mendapat haid, lalu kami diperintahkan untuk mengqada` puasa dan tidak diperintah untuk mengqada` salat.

Selain itu juga ada hadis lainnya:`Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda, bila kamu mendapatkan haid maka tinggalkan salat.


2. Puasa
Wanita yang sedang mendapatkan haid dilarang menjalankan puasa dan untuk itu ia diwajibkannya untuk menggantikannya dihari yang lain.

وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رضيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: أَلَيْسَ إِذا حَاضَتِ
المَرْأَةُ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abi Said Al-Khudhri ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Bukankah bila wanita mendapat haid, dia tidak boleh shalat dan puasa?


3.      Tawaf
Seorang wanita yang sedang mendapatkan haid dilarang melakukan tawaf. Sedangkan semua praktek ibadah haji tetap boleh dilakukan. Sebab tawaf itu mensyaratkan seseorang suci dari hadas besar.

وَعَنْ عَائِشةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا قَالَت: لَمَّا جِئْنَا سَرِفَ حِضْتُ، فَقَالَ النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم: افْعَلِي
مَايَفْعَلُ الحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوْفِي بِالبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Bila kamu mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf di sekeliling ka`bah hingga kamu suci.


4.      Menyentuh mushaf dan Membawanya
Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang menyentuh Al-Quran:

لا يمسه إلا المطهرون
“Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci”.

Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidh dilarang menyentuh mushaf Al-Quran.


5.      Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran
Kecuali dalam hati atau doa/zikir yang lafznya diambil dari ayat Al-Quran secara tidak langsung. `Rasulullah SAW tidak terhalang dari membaca Al-Quran kecuali dalam keadaan junub`.

Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita haid membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik. Demikian disebutkan dalam Bidayatul Mujtahid jilid 1 hal 133.


6.      Masuk ke Masjid
Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haid.


7.       Bersetubuh
Wanita yang sedang mendapat haid haram bersetubuh dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا
تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: `Haid itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidak menyetubuhinya.

Sedangkan al-Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang sedang haid pada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau selama tidak terjadi persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah SAW ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haid maka beliau menjawab:

وَعَنْ أَنَسٍ رضيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اليَهُودَ كَانت إِذا حَاضَتِ المَرْأَةُ فِيْهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله
عليهوسلم: اصْنَعُوا كُلَّ شَىءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ، رَوَاهُ مُسْلِمٌ

`Dari Anas ra. bahwa orang Yahudi bisa para wanita mereka mendapat haid, tidak memberikan makanan. Rasulullah SAW bersabda, Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan.

وَعَنْ عَائِشَةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا قَالَت: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ، فَيُبَاشِرُنِي
وَأَنَاحَائِضٌ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Aisyahra berkata, Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk memakain sarung, beliau mencumbuku sedangkan aku dalam keadaan datang haid.

Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang haid ini tetap belangsung sampai wanita tersebut selesai dari haid dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya selesai haid saja tetapi juga mandinya. Sebab di dalam al-Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haid itu haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan mandi janabah, itu adalah pendapat al-Malikiyah dan as Syafi`iyah serta al-Hanafiyah.


E. MANDI JUNUB DALAM ISLAM
Mandi besar / mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat. Sebab/alasan seseorang harus mandi wajib/mandi besar/mandi junub, yaitu :

© Mengeluarkan air mani baik disengaja maupun tidak disengaja.
© Melakukan hubungan seks/hubungan intim/bersetubuh.
© Selesai haid/menstruasi.
© Melahirkan (wiladah) dan pasca melahirkan (nifas).
© Meninggal dunia yang bukan mati syahid.


Tata cara mandi junub menurut hadist riwayat Bukhari dan Muslim :

Menurut hadist riwayat Bukhari dan Muslim : Aisyah RA, istri Nabi Muhammad SAW berkata 
“Bahwa apabila Nabi Muhammad SAW mandi janabah, beliau mulai dengan membasuh kedua tangannya, lalu menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kirinya dan mencuci kemaluannya, kemudian beliau wudhu sebagaimana wudhu untuk sholat, kemudian beliau memasukkan jari-jari beliau kedalam air, lalu beliau menyelai-nyelai pangkal rambut, kemudian (dalam satu riwayat ”sehingga apabila beliau merasa sudah meratakan air keseluruh kulitnya”) beliau menuangkan tiga gayung dikepala dengan kedua tangan, kemudian menuangkan air dikulit beliau secara menyeluruh.”


Rukun dan Sunnah Mandi Janabah :
Lalu para ulama memilah mana yang merupakan pokok dalam mandi janabah, sehingga tidak boleh ditinggalkan, mana yang merupakan sunnah sehingga bila ditinggalkan tidak merusak sah-nya mandi janabah itu.


A. Rukun

Untuk melakukan mandi janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok :
© Niat. Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya.
© Menghilangkan Najis Kalau Ada di Badan.
Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. 
© Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan.
Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
Sedangkan pacar kuku dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato.

B. Sunnah-sunnah yang Dianjurkan dalam Mandi Janabah :
©Membaca basmalah.
© Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air.
© Berwudhu` sebelum mandi Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat.
© Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.
© Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu’
(Sabiq, Sayid. 1974)







BAB III
KESIMPULAN
1.    Haid adalah salah satu najis yang menghalangi wanita untuk melaksanakan ibadah sholat dan puasa (pembahasan mengenai hukum-hukum seputar haidh telah disebutkan dalam beberapa edisi yang lalu), maka setelah selesai haidh kita harus bersuci dengan cara yang lebih dikenal dengan sebutan mandi haid.
2.   Mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
3.    Mandi junub harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam syariat islam untuk mencapai kebersihan lahir dan bathin sehingga semua ibadah yang dilakukan dapat diterima oleh Allah SWT.











DAFTAR PUSTAKA
Esfand, Muthia. 2011. Ibadah-Ibadah Mudah Bagi Wanita Haid. Jakarta : Citra Risalah
Rasyid, K.H. Sulaiman. 1959. Fiqih Islam. Jakarta : Djajamurni
Sabiq, Sayid. 1974. Fikih Sunnah. Bandung : PT Al Ma’arif
Anonim. 30 Oktober 2011.  Najis Menurut Madzhab Syafi’i. http://miftahur.com
Anonim. 30 Oktober 2011. Menuju Kebersihan Lahir Dan Kesucian Bathin. http://ibnuabidin.multiply.com
Anonim. 30 Oktober 2011. Mengenal Najis. http://muslim.or.id



DISUSUN OLEH