Hmmm,,kuliah di sini emang beda. Selain dpet ilmu untuk bekal jiwa juga dpet penyegaran rohani. Kali ini kami ditugaskan untuk mengupas tentang Pandangan Hubungan Sains dan Islam. Karena masih dalam tahap belajar,,jadi kami enggak begitu membahas secara detail,,cuma secara global aja. Tapi not bad lah buat di share :)
PANDANGAN HUBUNGAN SAINS
DAN ISLAM
(Konflik,
Independensi, Dialog, dan Integrasi)
A.
PENDAHULUAN
Sains dan Islam merupakan dua bidang
ilmu pengetahuan yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Sains dan Islam
merupakan bidang ilmu pengetahuan yang memiliki cara pandang yang berbeda dalam
menyikapi kehidupan di zaman ini. Namun disamping perbedaan teresebut masih ada
hubungan timbal-balik yang sangat dahsyat diantara sains dan Islam, apabila dikeduanya
diintegrasikan dengan pola baik.
Hubungan antara sains dan
agama kini menjadi pertimbangan penting
dikalangan pemikir, dan pembentukan kuliah-kuliah akademik tentang sains dan Islam
merupakan petunjuk kuat tentang hal tersebut.[1]
Oleh karena demikian, maka makalah yang dihadapan saudara ini adalah salah satu
bentuk upaya untuk mengkaji pandangan hubungan sains dan Islam, yakni dari sisi
pandangan konflik, independensi, dialog, dan integrasi.
B.
PANDANGAN
ISLAM TERHADAP SAINS DAN TEKNOLOGI
Islam memiliki kepedulian dan perhatian penuh kepada
ummatnya agar terus berproses untuk menggali potensi-potensi alam dan
lingkungan menjadi sentrum peradaban yang gemilang. Dalam konteks ini, tidak
ada pertentangan antara sains dan Islam, dimana keduanya berjalan seimbang dan
selaras untuk menciptakan khazanah keilmuan dan peradaban manusia yang lebih baik dari
sebelumnya.
Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa
Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat
mendukung umatnya untuk melakukan
penelitian dan bereksperimen
dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam, sains dan teknologi
adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya.
Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini merupakan anugerah bagi
manusia sebagai khalifatullah di bumi untuk diolah dan dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya.
Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat
diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (١) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ
عَلَقٍ (٢)اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (٣) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
(٤)عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥)
Artinya:“Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5).
Ayat lain yang mendukung pengembangan sains adalah firman
Allah Swt. yang berbunyi bahwa:
إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ
لأولِي الألْبَابِ (١٩٠)الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا
وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١)
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan
sia-si. Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.
QS. Ali-Imran: 190-191).
Ayat-ayat di atas adalah sebuah support yang Allah
berikan kepada hambanya untuk terus menggali dan memperhatikan apa-apa yang ada
di alam semesta ini. Sebuah anjuran yang tidak boleh kita abaikan untuk
bersama-sama melakukan penggalian keilmuan yang lebih progresif sehingga
mencapai puncak keilmuan yang dikehendaki Tuhan. Tak heran, kalu seorang ahli
sains Barat, Maurice Bucaile, setelah ia melakukan penelitian terhadap Alquran
dan Bibel dari sudut pandang sains modern, menyatakan bahwa:
“Saya menyelidiki keserasian teks Qur’an dengan sains
modern secara objektif dan tanpa prasangka. Mula-mula saya mengerti, dengan
membaca terjemahan, bahwa Qur’an menyebutkan bermacam-macam fenomena alamiah,
tetapi dengan membaca terjemahan itu saya hanya memperoleh pengetahuan yang ringkas.
Dengan membaca teks arab secara teliti sekali saya dapat menemukan catatan yang membuktikan bahwa Alquran tidak mengandung sesuatu pernyataan yang dapat
dikritik dari segi pandangan ilmiah di zaman modern”.[2]
Selain banyak memuat tentang pentingnya pengembangan
sains, Alquran juga dapat dijadikan sebagai inspirasi ilmu dan pengembangan
wawasan berpikir sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru dalam kehidupan.
Hanya saja, untuk menemukan hal tersebut, dibutuhkan kemampuan untuk menggalinya
secara lebih mendalam agar potensi alamiah yang diberikan Tuhan dapat
memberikan kemaslahatan sepenuhnya bagi keselarasan alam dan manusia.[3]
Lebih jauh Osman Bakar mengungkapkan bahwa dalam Islam,
kesadaran religius terhadap tauhid merupakan sumber dari semangat Ilmiah dalam
sluruh wilayah pengetahuan. Oleh karena itu, tradisi intelektual Islam tidak
menerima gagasan bahwa hanya ilmu alam yang ilmiah atau lebih ilmiah dari
ilmu-ilmu lainnya. Demikian pula, gagasan objektivitas dalam kegiatan ilmiah
menurutnya tidak dapat dipisahkan dari kesadaran religius dan spiritual.[4]
Kendati demikian, Alquran bukanlah kitab sains dan
terlebih lagi pada pendekatan Bucaillisme melekat bahaya besar. Yaitu
meletakkan sains ke dalam bidang suci dan membuat wahyu Ilahi menjadi objek
pembuktian sains Barat. Jika suatu teori tertentu yang “dibenarkan” Alquran dan
diterima luas saat ini, kemudian satu ketika teori ini digugurkan, apakah itu
berarti bahwa Alquran itu sah hari ini dan tidak sah hari esok? Yang tepat dilakukan
ilmuwan muslim adalah memposisikan Alquran sebagai petunjuk
dan motivasi untuk menemukan dan
mengembangkan sains dan teknologi dengan ilmiah, benar dan baik.[5]
C.
TIPOLOGI
HUBUNGAN
SAINS DAN ISLAM
Dalam
kutipan Wahyu Nugroho, Gregory R. Peterson mencatat beberapa lembaga,
penerbitan, seminar dan konferensi yang diidentifikasi sebagai upaya membangun
model hubungan antara agama dan sains yang ideal dan ramai di pasaran, seperti
tulisan Ian G. Barbour lewat karyanya, Religion in an Age of Science
(1990), Nacey Murphy, Theology in the Age of Scientific Reasoning (1990),
Philip Hefner, The Human Factor (1993), Arthur Peacock, Theology for
a Scientific Age (1993), dan lainnya.[6]
Di
Indonesia, kajian dan pandangan tentang Integrasi Sains dan Islam dalam berbagai
interdisiplin keilmuan masih marak dibicarakan para tokoh pendidikan. Oleh
karena demikian, maka berbagai universitas mencoba memberikan perhatian khusus
pada bidang kajian integrasi sains dan Islam ini. Salah satunya Universitas Brawijaya
Malang telah membuka Program Studi Magister Kajian Integrasi Sains dan Islam
(INSANI), dimana visi utamanya adalah menjadi
tempat kajian interdisiplin
saintifik-islami, serta pusat
informasi tentang kajian integrasi sains dan Islam yang bermanfaat bagi
masyarakat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara
Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang juga telah membentuk sebuah forum yang mengkaji tentang model
pendidikan integratif dan model riset yang menintegrasikan sains dan
Islam.
Ian
G. Barbour selaku tokoh pengkaji hubungan sains dan agama telah memetakan hubungan
keduanya dengan membuka kemungkinan interaksi di antara keduanya. Melalui
tipologi posisi perbincangan tentang hubungan sains dan agama, dia juga berusaha
menunjukkan keberagaman posisi yang dapat diambil berkenaan dengan hubungan
sains dan agama terhadap disiplin-disiplin ilmiah tertentu. Tipologi ini
terdiri dari empat macam pandangan, yaitu: Konflik, Independensi, Dialog, dan
Integrasi yang tiap-tiap variannya berbeda satu sama lain.
1. Konflik
Pandangan
konflik ini mengemuka pada abad ke–19 melalui dua buku berpengaruh, yakni History
of the conflict between Religion and Science karya J.W. Draper dan
History of the Warfare of Science with Theology in Christendom karya A. D.
White.[7]
Pandangan
ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan.
Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan sehingga orang
harus memilih salah satu di antara keduanya. Masing-masing menghimpun penganut
dengan mengambil posisi-posisi yang bersebrangan. Sains menegasikan eksistensi
agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya hanya mengakui keabsahan eksistensi
masing-masing.
Adapun
alasan utama para pemikir yang meyakini bahwa agama tidak akan pernah bisa
didamaikan dengan sains adalah sebagai berikut:
a. Menurut mereka agama jelas-jelas tidak dapat membuktikan kebenaran ajaran-ajarannya dengan tegas, padahal sains dapat melakukan itu.
b. Agama mencoba bersifat diam-diam dan tidak mau memberi petunjuk bukti konkrit tentang keberadaan Tuhan, sementara dipihak lain sains mau menguji semua hipotesis dan semua teorinya berdasarkan pengalaman.[8]
Pertentangan
antara kaum agamawan dan ilmuwan di Eropa ini disebabkan oleh sikap radikal
kaum agamawan Kristen yang hanya mengakui kebenaran dan kesucian Kitab
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sehingga siapa saja yang mengingkarinya
dianggap kafir dan berhak mendapatkan hukuman. Di lain pihak, para ilmuwan
mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmiah yang hasilnya bertentangan dengan kepercayaan
yang dianut oleh pihak gereja (kaum agamawan). Akibatnya, tidak sedikit ilmuwan
yang menjadi korban dari hasil penemuan oleh penindasan dan kekejaman dari
pihak gereja.
Contoh
kasus dalam hubungan konflik ini adalah hukuman yang diberikan oleh gereja
Katolik terhadap Galileo atas aspek pemikirannya tentang teori Copernicus,
yakni bumi dan planet-planet berputar dalam orbit mengelilingi matahari,
padahal otoritas gereja meyakini bumi sebagai pusat alam semesta. Oleh karena
demikian maka Galileo diadili pada tahun 1633. [9]
Sementara
disisi lain, sebahagian saintis berasumsi bahwa metode ilmiah merupakan
satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya dan dipahami. Penganut paham
ini cenderung memaksakan otoritas sains ke bidang-bidang di luar sains.
Sedangkan agama, bagi sebahagian kalangan saintis barat dianggap subyektif,
tertutup dan sangat sulit berubah. Keyakinan terhadap agama juga tidak dapat
diterima karena bukanlah data publik yang dapat diuji dengan percobaan dan kriteria
sebagaimana halnya sains.[10]
Barbour
menanggapi hal ini dengan argumen bahwa mereka keliru apabila melanggengkan
dilema tentang keharusan memilih antara sains dan agama. Sains dapat memurnikan
agama dari kekeliruan dan klenik, sedangkan agama dapat memurnikan sains dari keberhalaan
dan keyakinan mutlak yang keliru. Dengan keduanya lah (Agama dan Sains) kita
mendapatkan pandangan yang lebih luas dalam membangun keilmuan masa dewasa ini.[11]
Jelaslah
bahwa pertentangan yang terjadi di dunia Barat sejak abad lalu sesungguhnya disebabkan
oleh cara pandang yang keliru terhadap hakikat sains dan agama. Adalah tugas
manusia untuk merubah argumentasi mereka, selama ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mereka kembangkan itu bertentangan dengan agama. Sains dan agama
mempengaruhi manusia dengan kemuliaan Sang Pencipta dan mempengaruhi perhatian
manusia secara langsung pada kemegahan alam fisik ciptaan-Nya. Keduanya tidak
saling bertolak belakang, karena keduanya merupakan ungkapan kebenaran.
2. Independensi
Satu
cara untuk menghindari konflik antara sains dan agama adalah dengan memisahkan
dua bidang itu dalam kawasan yang berbeda. Agama dansains dianggap mempunyai
kebenaran sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain, sehingga bisa hidup
berdampingan dengan damai. Pemisahan wilayah ini tidak hanya dimotivasi oleh
kehendak untuk menghindari konflik yang menurut mereka tidak perlu, tetapi juga
didorong oleh keinginan untuk mengakui perbedaan karakter dari setiap era
pemikiran ini. [12]
Pemisahan
wilayah ini dapat berdasarkan masalah yang dikaji, domain yang dirujuk, dan
metode yang digunakan. Mereka berpandangan bahwa sains berhubungan dengan
fakta, dan agama mencakup nilai-nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian
ditinjau dengan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing.[13]
Analisis
bahasa menekankan bahwa bahasa ilmiah berfungsi untuk melalukan prediksi dan
kontrol. Sains hanya mengeksplorasi masalah terbatas pada fenemona alam, tidak
untuk melaksanakan fungsi selain itu. Sedangkan bahasa agama berfungsi
memberikan seperangkat pedoman, menawarkan jalan hidup dan mengarahkan
pengalaman religius personal dengan praktek ritual dan tradisi keagamaan. Bagi
kaum agamawan yang menganut pandangan independensi ini, menganggap bahwa
Tuhanlah yang merupakan sumber-sumber nilai, baik alam nyata maupun gaib. Hanya
agama yang dapat mengetahuinya melalui keimanan. Sedangkan sains hanya
berhubungan dengan alam nyata saja. Walaupun interpretasi ini sedikit berbeda
dengan kaum ilmuwan, akan tetapi pandangan independensi ini tetap menjamin
kedamaian antara sains dan agama. Para saintis yang menganut pandangan independensi
adalah seorang Biolog Stephen Joy Gould, Karl Bath, dan Langdon Gilkey.
Sebagaimana
dikutip oleh Ian G. Barbour, Karl Bath dan pengikutnya, menyatakan beberapa hal
tentang pandangan independensi, yakni menurut mereka tuhan adalah transendensi
yang berbeda dari yang lain dan tidak dapat diketahui kecuali melalui
penyingkapan diri. Keyakinan agama sepenuhnya bergantung pada kehendak Tuhan,
bukan atas penemuan manusia sebagaimana halnya sains. Saintis bebas menjalankan
aktivitas mereka tanpa keterlibatan unsur teologi., demikian pula sebaliknya,
karena metode dan pokok persoalan keduanya berbeda. Sains dibangun atas
pengamatan dan penalaran manusia sedangkan teologi berdasarkan wahyu Ilahi.[14]
Ian
G. Barbour berkomentar bahwa “jika sains dan agama benar-benar independen,
kemungkinan terjadinya konflik bisa dihindari, tetapi hal tersebut juga berefek
pada memupus kemungkinan terjadinya dialog konstruktif dan pengayaan di antara
keduanya. Kita menghayati kehidupan bukan sebagai bagian-bagian yang saling
lepas. Melainkan kita merasakan hidup sebagai keutuhan dan saling terkait
meskipun kita membangun berbagai disiplin untuk mempelajari aspek-aspeknya yang
berbeda.”[15]
3. Dialog
Pandangan
ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih
konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui bahwa antara
sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa saling
mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan
agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu
bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sains dan agama yang dapat
menunjukkan kesamaan dan perbedaan.[16]
Ian
G. Barbour memberikan contoh masalah yang didialogkan ini dengan digunakannya
model-model konseptual dan analogi-analogi ketika menjelaskan hal-hal yang
tidak bisa diamati secara langsung. Dialog juga bisa dilakukan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu pengetahuan yang mencapai tapal batas.
Seperti: mengapa alam semesta ini ada dalam keteraturan yang dapat dimengerti?
dan sebagainya. Ilmuwan dan teolog dapat menjadi mitra dialog dalam menjelaskan
fenomena tersebut dengan tetap menghormati integritas masing-masing.[17]
Penganut
pandangan dialog ini berpendapat bahwa agama dan sains jelas berbeda secara
logis dan linguistik, tetapi dia tahu bahwa dalam dunia nyata mereka tidak bisa
dikotak-kotakkan dengan mutlak, sebagaimana diandaikan oleh pendekatatan
indenpendensi. Bagaimanapun juga agama telah membantu membentuk sejarah sains,
dan pada gilirannya kosmologi ilmiah pun telah mempengaruhi teologi.[18]
Dalam
diskusi-diskusi filosofis dewasa ini tentang hakikat ilmu pengetahuan,
cara-cara sains dan teologi hampir-hampir tidak begitu berbeda, secara tidak
langsung hubungan sains dan agama tidak lagi dalam posisi konflik dan
indenpendensi. Pada pendekatan dialog ini sains tidak lagi tampak sangat murni
dan objektif sebagaimana biasanya, dan demikian pula teologi tidak tampak
sangat tidak murni atau subjektif.
Dari
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesejajaran konseptual maupun
metodologis menawarkan kemungkinan interaksi antara sains dan agama secara
dialogis dengan tetap mempertahankan integritas masing-masing.
4. Integrasi
Pandangan
ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan dialog dengan
mencari titik temu di antara sains dan agama. Sains dan doktrin-doktrin
keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan
dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan
dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman.
Ada
tiga versi berbeda dalam integrasi, yaitu:
a.
Natural Theology, mengklaim
bahwa eksistensi Tuhan dapat disimpulkan dari bukti tentang desain alam, yang
dengan keajaiban struktur alam membuat kita semakin menyadari bahwa alam ini
adalah karya Allah Swt. semata.
b.
Theology Of Nature, berangkat
dari tradisi keagamaan berdasarkan pengalaman keagamaan dan wahyu historis. Theology
of Nature tidak berangkat dari sains sebagaimana natural
theology, Dalam theology of
nature, ia berpendapat bahwa sumber utama teologi terletak di luar sains,
tetapi ia juga berpendapat bahwa beberapa doktrin tradisional harus
dirumuskan ulang dalam sinaran sains terkini. Karena secara khusus,
doktrin tentang penciptaan dan sifat dasar manusia dipengaruhi oleh
temuan-temuan sains.
c.
Sintesis Sistematis. Integrasi
yang lebih sistematis dapat dilakukan jika sains dan agama memberikan
kontribusi kea rah pandangan dunia yang
lebih koheren yang dielaborasi dalam kerangka metafisika yang komprehensif. [19]
Mencermati
pandangan integrasi Sains dan agama akan memberikan wawasan yang lebih besar
mencakup sains dan agama sehingga dapat bekerja sama secara aktif. Bahkan sains
dapat meningkatkan keyakinan umat beragama dengan memberi bukti ilmiah atas
wahyu atau pengalaman mistis. Sebagai contohnya adalah Maurice Bucaille yang
melukiskan tentang kesejajaran deskripsi ilmiah modern tentang alam dengan
deskripsi Al Qur’an tentang hal yang sama. Kesejajaran inilah yang dianggap
memberikan dukungan obyektif ilmiah pada pengalaman subyektif keagamaan.
Pengakuan keabsahan klaim sains maupun agama ini atas dasar kesamaan keduanya
dalam memberikan pengetahuan atau deskripsi tentang alam.
Pemahaman
yang diperoleh melalui sains sebagai salah satu sumber pengetahuan, menyatakan
keharmonisan koordinasi penciptaan sebagai desain cerdas Ilahi. Seperti halnya
ketika memperhatikan bagian-bagian tubuh manusia dengan strukturnya yang
tersusun secara kompleks dan terkoordinasi untuk tujuan tertentu. Meskipun
Darwin melawan pandangan itu dalam teori evolusi yang mengangggap bahwa
koordinasi dan detail-detail struktur organisme itu terbentuk karena seleksi
alam dan variasi acak dalam proses adaptasi, namun dia sendiri mengakui argumen
desain Ilahi, akan tetapi dalam anggapan sebagai penentu dari hukum-hukum
proses evolusi itu yang membuka kemungkinan variasi detail organisme tersebut.
Ada
beberapa pendekatan yang digunakan dalam hubungan integrasi ini. Pendekatan
pertama, berangkat dari data ilmiah yang menawarkan bukti konsklusif bagi
keyakinan agama, untuk memperoleh kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi
Tuhan. Pendekatan kedua, yaitu dengan menelaah ulang doktrin-doktrin agama
dalam relevansinya dengan teori-teori ilmiah, atau dengan kata lain, keyakinan
agama diuji dengan kriteria tertentu dan dirumuskan ulang sesuai dengan
penemuan sains terkini. Lalu pemikiran sains keagamaan ditafsirkan dengan
filasafat proses dalam kerangka konseptual yang sama.[20]
D.
METODE
MENDAMAIKAN ANTARA ISLAM DENGAN SAINS MODERN
Untuk
menemukan konsep perdamaian
antara
Islam dan sains modern, kita perlu memandang hubungannya dari perspektif konsep
Islam tentang alam dipandang secara keseluruhan dan dalam matriksnya
tersendiri, sebagaimana didefenisikan Alquran. Ini tidaklah mudah karena begitu
kita membawa nas wahyu ke dalam wacana kontemporer, akan segera muncul
sikap-sikap yang keras dan pintu-pintu perdamaian akan tertutup.
Wacana
sains dan agama di Barat dijelaskan dan terangkan dalam kerangka teologi dan
sains, sekurang-kurangnya tidak dalam arus utamanya. Namun hambatan terbesarnya
barangkali adanya pendapat yang
menyejajarkan pandangan Islam dan pandangan fundamentalis kristenan di Barat
yang meletakkan al Kitab sebagai imbangan dalam wacana hubungan sains dan agama
sehingga pandangan tersebut tidak disukai di dunia akademis. Namun dengan tetap
menyadari hambatan ini, kita harus berpikir tentang wacana Islam dan sains yang
berakar secara murni dalam Alquran.[21]
Selanjutnya, wacana Islam dan sains juga tidak dapat
mencapai kemurniannya tanpa merujuk kembali keoada tradisi saintifik Islam.
Misalnya mempertanyakan apa yang Islami dalam sains Islam? Bagamana tradsi
saintifik Islam berakar dalam pandangan dunia Alquran, dan apa yang terjadi
dengan tradisi tersebut? Dan yang paling penting menjadi perhatian juga adalah
epitomologis mengenai status Alquran dalam kaitannya dengan sains modern dan
hakikat serta makna “ayat-ayat saintifik” dalam Alquran. Begitu juga tentang
konsep-konsep kosmos di dalam Alquran, hakikat perbuatan Tuhan, serta hubungan
Tuhan dengan makhluk sebagaimana yang didefenisikan oleh Alquran. Semua hal
tersebut tidak bisa diabaikan dalam wacana tentang Islam dan Sains. Tentunya
dengan mempertimbangkan itu akan memberikan tilikan tajam mengenai terbentuknya
struktur dasar sains modern dan kaitan antara struktur filosofis yang
mendasarinya dan pandangan dunia Islam. Hanya dengan demikian itulah kita bisa
membangun model-model dan metodologi-metodologi bagi wacana Islam dan sains.[22]
Selain daripada beberapa persoalan di atas, ada banyak
persoalan lain yang perlu dijelajahi. Persoalan-persoalan tersebut mencakup seluruh isu yang berkaitan dengan
etika dan syari’at dalam kaitannya dengan cabang-cabang tertentu dari sains
modern seperti bioteknologi dan genetika.
BEBERAPA ILMUAN ISLAM YANG TERLUPAKAN
· Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi atau dikenali sebagai Rhazesdi dunia barat merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 – 930. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925. Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar. Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit “alergi asma”, dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas. Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri. Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula dan mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.
· Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham atau Ibnu Haitham(Basra,965 – Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop. Bidang lain: Physics,Optics, Mathematics.
Orang-orang Eropa menamakannya Gebert, ia hidup antara tahun 721-815 M. Dia adalah seorang tokoh Islam yang mempelajari dan mengembangkan dunia Islam yang pertama. Ilmu tersebut kemudian berkembang dan kita mengenal sebagai ilmu kimia. Bidang keahliannya, (dimana dia mengadakan peneltian) adalah bidang : Logika, Filosofi, Kedokteran, Fisika, Mekanika, dan sebagainya.
· Abu Yusuf Yacub Ibnu Ishak Al-Kindi
Dalam dunia barat dia dikenal dengan nama Al-Kindus. Memang sudah menjadi semacam adat kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan melatinkan nama-nama orang terkemuka, sehingga kadang-kadang orang tidak mengetahui apakah orang tersebut muslim atau bukan. Tetapi para sejarawan kita sendiri maupun barat mengetahui dari buku-buku yang ditinggalkan bahwa mereka adalah orang Islam, karena karya orisinil mereka dapat diketahui dalam bentuk tulisan ilmiah mereka sendiri. Al Khindi ahli adalah ilmuwan ensiklopedi, pengarang 270 buku, ahli matematika, fisika, musik, kedokteran, farmasi, geografi, ahli filsafat Arab dan Yunani kuno.
Al-Kindi adalah seorang filosof muslim dan ilmuwan sedang bidang disiplin ilmunya adalah: Filosofi, Matematika, Logika, Musik, Ilmu Kedokteran.
· Abul Hakam Umar bin Abdurrahman bin Ahmad bin Ali Al-Kirmani
Adalah cendekiawan besar abad ke-12 dari Kordoba, Al-Andalus. Ia adalah murid dari Maslamah Al-Majriti. Ia mempelajari dan berkarya di bidang bidang geometri dan logika. Menurut muridnya Al-Husain bin Muhammad Al-Husain bin Hayy Al-Tajibi, “tak ada yang sepandai Al-Kirmani dalam memahami geometri atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya yang tersulit, dan dalam mempertunjukkan seluruh bagian dan bentuknya.” Ia lalu pindah ke Harran, Al-Jazirah (sekarang terletak di Turki). Disana ia mempelajari geometri dan kedokteran. Ia lalu kembali ke Al-Andalus dan tinggal di Sarqasta (Zaragoza). Ia diketahui menjalankan praktik bedah seperti amputasi dan kauterisasi.
· Abul Qasim Khalaf ibn al-Abbas az-Zahrawi
Adalah salah satu pakar di bidang kedokteran pada masa Islam abad Pertengahan. Dia lahir di Madinatuz Zahra’, 936 – 1013 yang dikenal di Barat sebagai Abulcasis. Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, kumpulan praktik kedokteran yang terdiri atas 30 jilid. Abul Qasim lahir di Zahra, yang terletak di sekitar Kordoba, Spanyol. Di kalangan bangsa Moor Andalusia, dia dikenal dengan nama “El Zahrawi”. Al-Qasim adalah dokter kerajaan pada masa Khalifah Al-Hakam II dari kekhalifahan Umayyah. Al-Tasrif berisi berbagai topik mengenai kedokteran, termasuk di antaranya tentang gigi dan kelahiran anak. Buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerardo dari Cremona pada abad ke-12, dan selama lima abad Eropa Pertengahan, buku ini menjadi sumber utama dalam pengetahuan bidang kedokteran di Eropa. Bidang lain: Surgery, Medicine.
· Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Abu Mansur al-Samarqandi al-Maturidi al-Hanafi atau Abu Mansyur AlmaturiddiAdalah seorang cendekiawan muslim dan ahli di bidang ilmu kalam. Maturidi dilahirkan di Maturid, dekat Samarqand. Di bidang ilmu agama, beliau berguru pada Abu Nasr al-`Ayadi and Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Ia banyak menulis tentang Mu’tazilah, Qarmati, dan Syiah.
· Ibnu Rushd atau nama lengkapnya Abu Walid Muhammad Ibnu AhmadAdalah ahli falsafah, perubatan, matematik, teologi, ahli fikah mazhab Maliki, astronomi, geografi dan sains. Rushd lahir 1126 dan meninggal dunia 1198. Dilahirkan di Sepanyol dan meninggal dunia di Maghribi, beliau adalah ahli falsafah yang paling agung pernah dilahirkan dalam sejarah Islam. Pengaruhnya bukan sahaja berkembang luas didunia Islam, tetapi juga di kalangan masyarakat di Eropah. Di Barat, beliau dikenal sebagai Averroes dan bapa kepada fahaman sekularisme.
Merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan. Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di kawasan Danau Aral di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran Persia. Dia belajar matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur. Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu Miskawaih, di universitas dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al Abbas Ma’mun Khawarazmshah. Dia lahir 15 September 973 dan meninggal 13 Desember 1048. Bidang lain: Astronomy, Mathematics, determined Earth’s circumference
Adalah seorang pakar dalam bidang matematik, astronomi dan geografi dari Iran. Al-Khawarizmi juga dikenali sebagai bapa algebra. Orang Eropa menyebutnya dengan AlGorisma. Nama itu kemudian dipakai orang-orang barat dalam arti kata Aritmatika atau ilmu hitung. Mengapa ? Karena dia adalah seorang muslim yang pertama-tama dan ternama dalam ilmu Matematika dan ilmu hitung. Bukunya yang terkenal berjudul Al-jabar Wal Muqobalah, kemudian buku tersebut disalin oleh orang-orang barat dan sampai sekarang ilmu itu kita kenal dengan nama Al-Jabar.
· Abu Nasir Al-Farabi
Orang barat menyebutnya dengan ALFARABIUS. Ia hidup tahun antara tahun 870-900 Masehi dan merupakan tokoh Islam yang pertama dalam bidang Logika. Al Farabi juga mengembangkan dan mempelajari ilmu Fisika, Matematika, Etika, Filosofi, Politik, dan sebagainya. Bidang lain: Sociology, Logic, Philosophy, Political Science, Music.
· Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Buzjani (Buzhgan, Nishapur, Iran, 940 – 997 / 998)Adalah seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Persia. Pada tahun 959, Abul Wafa pindah ke Irak, dan mempelajari matematika khususnya trigonometri di sana. Dia juga mempelajari pergerakan bulan; salah satu kawah di bulan dinamai Abul Wáfa sesuai dengan namanya. Salah satu kontribusinya dalam trigonometri adalah mengembangkan fungsi tangen dan mengembangkan metode untuk menghitung tabel trigonometri.
· Abul Qasim Maslamah bin Ahmad Al-Majriti
Adalah seorang astronom, alkimiawan, matematikawan, dan ulama Arab Islam dari Al-Andalus (Spanyol yang dikuasai Islam). Abdul Qasim lahir di Madrid dan meninggal 1008 atau 1007 M).Ia juga ikut serta dalam penerjemahan Planispherium karya Ptolemeus, memperbaiki terjemahan Almagest, memperbaiki tabel astronomi dari Al-Khwarizmi, menyusun tabel konversi kalender Persia ke kalender Hijriah, serta mempelopori teknik-teknik geodesi dan triangulasi. Ia juga ditulis sebagai salah satu penulis Ensiklopedia Ikhwan As-Shafa, tapi kecil kemungkinan bahwa ia benar-benar salah satu penulisnya.
· Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina atau dikenal dengan nama AvicennaHidup antara tahun 986-1037 M. Seorang ilmuwan muslim dan Filosof besar pada waktu itu, hingga kepadanya diberikan julukan Syeh Al-Rais. Keistimewaannya antara lain pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an, kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu, bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi, Mineralogi. Juga dibidang Medicine, Philosophy, Mathematics, Astronomy.
· Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi
Merupakan salah seorang pakar sains Islam yang hidup di Sicily. Sumbangan utama tokoh ini ialah menghasilkan peta bebola perak seberat 400 paun untuk Raja Roger II, lengkap dengan membahagikan dunia kepada 7 iklim, laluan perdagangan, teluk, tasik, sungai, bandar-bandar besar, bukit dan lembah serta gunung-ganang. Al Idrisi lahir 1099 Masihi di Ceuta, Sepanyol dan meninggal pada 1166 Masihi. Beliau juga mencatatkan jarak dan ketinggian sesuatu tempat dengan tepat. Tokoh Geografi kurun ke-12 ini kemudiannya menghasilkan buku Nuzhah al Musytaq fi Ishtiraq al Afaq (Kenikmatan pada Keinginan Untuk Menjelajah Negeri-negeri) atau Roger’s Book iaitu sebuah ensiklopedia geografi yang mengandungi peta dan informasi tentang negara Eropah, Afrika dan Asia. Buku ini mencatatkan perihal masyarakat, budaya, kerajaan dan cuaca negara-negara yang terdapat di dalam petanya. Beliau turut menggunakan semula garisan lintang dan garisan bujur yang diperkenalkan sebelumnya dalam peta yang dihasilkan. Beberapa abad lamanya, Eropah menggunakan peta Al Idrisi dan turut menggunakan hasil kerja ilmuwan ini ialah Christopher Columbus.
Sumber lebih lengkap: http://http://islamislogic.wordpress...lmuwan-muslim/
E.
PENUTUP
Agama dan sains dalam
pentas kehidupan manusia adalah dua entitas yang berbeda sebagai sumber
pengetahuan dan sumber nilai bagi kehidupan manusia. Kendati dalam kerangka
filosofis keduanya berbeda, tetapi dalam konteks historis pernah dilakukan
upaya-upaya konsolidatif, baik dalam
bentuk kontraproduktif maupun dalam bentuk mutualistik untuk mempertemukan keduanya.
Banyak persoalan-persoalan fundamental dan juga yang berkaitan dengan etika
dan syari’at yang harus menjadi perhatian penting bagi para ilmuan dalam
membangun model-model dan metodologi-metodologi bagi wacana Islam dan sains.
Upaya konsolidatif ini
dilakukan agar diantara keduanya tidak menjadi instrumen dan medium percekcokan
dan sumber konflik bagi kehidupan manusia, tetapi sebaliknya diupayakan menjadi
sumber inspirasi untuk meningkatkan kearifan dan kesadaran dinamis dalam diri
manusia dalam hubungannya dengan alam (makrokosmos) dan dalam hubungannya
dengan sesama manusia (mikrokosmos) dan dalam hubungannya dengan yang
Ilahi (transcendental). Dengan demikian, baik agama maupun sains
sama-sama mengabdi untuk kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Bakar,
Osman, Tauhid dan Sains, Esai-Esain Tentang Sejarah dan Filsafat
Sains Islam, Penerjamah: Yuliani Liputo, Bandung: Pustaka Hidayah,
1995.
Barbour,
Ian G., Juru Bicara Tuhan, Antara Sains dan Agama, Terj. E.R. Muhammad, Bandung:
Mizan, 2002.
Buccaile,
Maurice, Bible, Qur’an dan
Sains Modern, terj; H.M. Rasjidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1999.
Haught, John F., Perjumpaan
Sains dan Agama; dari Konflik ke Dialog, Bandung: Mizan, 2004.
Masruri, Hadi & H.
Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Alquran: Melacak Kerangka Dasar Integrasi
Ilmu dan Agama, Malang: UIN-Malang
Press, 2007.
Mulkhan,
Abdul Munir, Kesalehan Multikultural: Ber-Islam Secara Autentik-Kontekstual
di Aras Peradaban Global, Jakarta: PSAP, 2005.
Nugroho,
Wahyu, Teologi Kristen dalam Konteks Sains; Kajian Kritis atas
Gagasan Arthur Peacocke”, dalam
Journal of Religion Issues, I:01, 2003.
Peters,
Ted, dkk ed., Tuhan, Alam, Manusia; Perspektif Sains dan Agama, Penerj.
Ahsin Muhammad, dkk, Bandung: Mizan, 2006.
[22] Ted Peters, dkk (ed.), Tuhan,
Alam, Manusia; Perspektif Sains dan Agama, Penerj. Ahsin Muhammad, dkk, (Bandung:
Mizan, 2006), hlm. 60.
Created By :
*dari kiri ke kanan lanjut ke bawah dari kiri ke kanan juga*
Desie Yulita 09023032
Rakhmadhan Niah 09023033
Fitriani Kartika Sari 09023034
Yuliana Triarini Khusniah 09023036
Emelda 09023039
Novia Ariani 09023040
*dari kiri ke kanan*
Ardian Setyo Nugroho 09023035
Ahmad Amarelhaq 09023037
Sekian dan semoga bermanfaat :)
TERASA INDAH MEMASUKI BLOG INI,..........
BalasHapusBERAT MENINGGALKAN HALAMANNYA.....
TERIMA KASIH ATAS REFERENSINYA.....
I LIKE............
firman1987@hotmail.com
Thanks juga atas kunjungan n commentnya :)
BalasHapus